Tauriyah = bohong yang bukan dusta ?

Tauriyah atau ma’arid adalah melontarkan satu ucapan yang memiliki dua makna, yaitu makna yang mendekati maksud yang difahami oleh pendengar dan makna yang jauh berbeda yang dikehendaki oleh pembicara, dimana makna ini dikandung oleh bahasa arab, dan dengan syarat tidak membathilkan kebenaran dan membenarkan kebathilan.
Baiklah, berikut penjelasan lebih lanjut tentang tauriyah melalui beberapa contohnya yang diguanakan para Salaf dan imam-imam yang dicantumkan oleh Ibnul Qayyim rahimahullahu ta’la dalam kitabnya Ighatsatul Lahfan;

1. telah dinukil dari Hammad rahimahullahu ta’ala bahwa jika dia didatangi seseorang yang dia tidak ingin ditemaninya duduk, dia berkata sambil meringis: “Gerahamku, gerahamku”. (dia hanya menyebutkan gerahamnya, dan tidak menyinggung apakah sakit, atau luka)pent, sehingga dia terbebas dari beban orang yang tidak mendatangkan kebaikkan bila ditemani.

2. Sufyan Ats-Tsauri dihadirkan ke majelis Khalifah Al-Mahdi lalu khalifah memuliakannya (memuji-mujinya secara berlebih-lebihan). Kemudian dia berniat keluar, khalifah berkata padanya : “Anda harus duduk”. Kemudian Ats-tsauri bersumpah bahwa dia akan kembali lagi. Dia kemudian keluar sambil meninggalkan sandalnya di pintu. Sesaat kemudian, dia kembali lagi untuk mengambil sandalnya dan pergi. Ketika khalifah menanyakannya; maka dikatakan kepada khalifah tersebut, “Dia bersumpah untuk kembali, kemudian dia kembali untuk mengambil sandalnya”.

3. suatu ketika Imam Ahmad sedang berkumpul dengan murid-muridnya di rumahnya, diantaranya terdapat Al-Marwadzi. Kemudian seseorang dari luar rumah mencari Al-Marwadzi sedang Imam Ahmad tidak suka kalau Al-Marwadzi keluar. Imam Ahmad kemudian berkata : “Al-Marwadzi tidak di sini?” sambil meletakkan jarinya di telapan tangannya dan berbicara, karena si penanya tidak melihatnya.

4. jika Anda ditanya apakah Anda melihat fulan, sedang Anda khawatir jika Anda memberitahunya maka dia akan menyakitinya. Maka Anda katakan kepadanya : “maa roai tuhui” yang maksud Anda bahwa anda tidak memotong paru-parunya (karena ro a artinya ada 2, melihat dan memotong paru-paru) dan ini adalah makna yang benar dalam segi bahasa. Contoh, ketika seorang sedang berlari-lari menghindar dari sekelompok orang yang katakanlah ingin membunuhi atau menganiayanya, kemudia orang ini meminta kita untuk tidak menyebutkan keberadaan posisinya. Nah..hal yang kita lakukan adalah cepat-cepat untuk berpindah tempat meskipun hanya 1 / 2 jengkal. Ketika orang yang hendak berbuat aniaya tersebut menyusul dan bertanya kepada kita tentang keberadaan seorang yang hendak didzolimi tadi, maka kita cukup mengatakan : “Selama saya berdiri di sini, saya tidak melihat seorangpun yang meminta tolong kepada saya”. Perhatikan, ini bukan dusta, akan tetapi benar keadaannya, sebelum saya berpindah posisi, memang ada orang yang minta tolong kepada saya, akan tetapi setelah saya ubah posisi, maka saya tidak mendapati orang yang meminta pertolongan itu.

Hadist dari Ummu Khultsum ra :

Aku belum pernah mendengar beliau (Rasulullah SAW) membolehkan berbohong, kecuali dalam 3 hal, yaitu (1) mencegah (menghalau) musuh dalam berperang, (2) berbohong dengan tujuan untuk mendamaikan pihak yang bertikai dan (3) perkataan bohong suami terhadap istrinya (untuk kemaslahatan rumah tangga keduanya).
Dan contoh di atas, bersesuaian dengan point ke-2 dari hadist di atas.

5. Raja Namrud pernah bertanya kepada Nabi Ibrahim as tentang wanita yang ada bersama beliau, jika wanita ini istrinya maka raja akan membunuhnya, apakata Nabi Ibrahim untuk mengakali raja yang dzholim ini, beliau berkata : “dia adalah saudaraku”. Saudara yang dimaksudkan Nabi Ibrahim adalah saudara seiman, sedangkan yang ditangkap oleh sang Raja adalah saudara sepersusuan atau satu darah, sehingga selamatlah istri Nabi Ibrahim as.

6. pada saat tengah berkecambuknya perang, informasi-informasi yang beredar sangatlah penting utk strategi perang, oleh sebab itu Nabi SAW pergi mencari informasi tersebut, sehingga bertemu dengan seorang yang diyakini memiliki informasi penting tersebut, akan tetapi jika orang ini mengetahui bahwa yang bertanya adalah orang dari Madinah (saat itu Nabi sudah berhijrah ke Madinah), maka ia akan tutup mulut dan tidak mau memberikan informasi perang tersebut, maka ketika orang tersebut bertanya kepada Rasul, “dari mana asalmu?”, maka Nabi menjawab : ana fil maa (saya berasal dari air). Kemudian Nabi mendapatkan informasinya karena orang itu percaya bahwa Nabi berasal dari Iraq, karena saat itu iraq adalah negeri yang dikelilingi oleh air (maa) , padahal yang dimaksud maa oleh Nabi adalah air mani, karena memang setiap manusia berasal dari air mani.

7. ketika seorang imam besar di desak suatu pemerintahan yang zholim untuk mengakui bahwa Al-Qur’an itu adalah makhluk (padahal sesungguhnya Al-Qur’an adalah ‘Qalamulloh’ dan bukanlah makhluk), maka imam ini menunjuk jari – jarinya sambil berkata : “Al-Qur’an, Injil, Taurat, ini semua (sambil tetap menunjukkan jarinya) adalah makhluk”. Maksud dari kata ‘ini semua’ adalah ‘tangan beliau sendiri’ dan bukan Al-Qur’an ataupun yang lainnya, karena pada saat itu beliau tengah menunjukki ke jari-jarinya.

Namun, perlu diingat, bahwa seorang muslim tidak sepatutnya menggunakan tauriyah ini kecuali dalam keadaan betul-betul mendesak. Ini dikarenakan hal-hal sebagai berikut :

a. Memperbanyak tauriyah, bisa menyeret pelakunya ke dalam perbuatan dusta.
b. Hilangnya kepercayaan atas omongan sebagian atas sebagian yang lain. Karena salah seorang di antara mereka akan meragukan omongan saudaranya, apakah omongannya sesuai dengan zharinya atau tidak?
c. Jika si pendengar mendapati hakikat yang bertentangan dengan zahir kalam si pembicara, dan tidak menyadari tauriyah si pembicara, niscaya dia akan menganggapnya pembohong. Ini jelas bertentangan dengan perintah Syari’at untuk memelihara kehormatan dan harga diri.
d. Menjadi jalan masuknya rasa bangga diri dalam diri si pelaku, karena dia merasa mampu mengelabui orang lain.

Demikianlah rangkuman yang saya kumpulkan dari berbagai sumber, selanjutnya terserah kepada Anda, karena saya yakin, Anda sudah dewasa dan tahu akan hal-hal yang harus Anda lakukan.


* ref : langkah tepat menghadapi kondisi darurat. (Muhammad sholeh Al-Munajid).

Posted in Label: | 0 komentar

7 kali Naik Haji tidak dapat melihat Ka’bah

Sebagai seorang anak yang berbakti kepada orang tuanya, Hasan (bukan nama sebenarnya),mengajak ibunya untuk menunaikan rukun Islam yang kelima. Sarah (juga bukan nama sebenarnya), sang Ibu, tentu senang dengan ajakan anaknya itu. Sebagai muslim yang mampu secara materi, mereka memang
berkewajiban menunaikan ibadah Haji.

Segala perlengkapan sudah disiapkan. Singkatnya ibu anak-anak ini akhirnyaberangkat ke tanah suci. Kondisi keduanya sehat walafiat, tak kurang satu apapun. Tiba harinya mereka melakukan thawaf dengan
hati dan niat ikhlas menyeru panggilan Allah, Tuhan Semesta Alam. “Labaik allahuma labaik, aku datang memenuhi seruanMu ya Allah”. Hasan menggandeng ibunya dan berbisik, “Ummi undzurila Ka’bah (Bu,
lihatlah Ka’bah).”

Hasan menunjuk kepada bangunan tempat persegi berwarna hitam itu. Ibunya yang berjalan di sisi anaknya tak beraksi, ia terdiam.

Perempuan itu sama sekali tidak melihat apa yang ditunjukkan oleh anaknya. Hasan kembali membisiki ibunya. Ia tampak bingung melihat raut wajahi bunya. Di wajah ibunya tampak kebingungan. Ibunya sendiri tak mengerti mengapa ia tak bisa melihat apapun selain kegelapan.beberapakali iamengusap-usap matanya, tetapi kembali yang tampakhanyalah kegelapan.
Padahal, tak ada masalah dengan kesehatan matanya. Beberapa menit yang lalu ia masih melihat segalanya dengan jelas, tapi mengapa memasuki Masjidil Haram segalanya menjadi gelap gulita. Tujuh kali Haji Anak yang sholeh itu bersimpuh di hadapan Allah. Ia shalat memohon ampunan-Nya.

Hati Hasan begitu sedih. Siapapun yang datang ke Baitulah, mengharap rahmatNYA. Terasa hampa menjadi tamu Allah, tanpa menyaksikan segala kebesaran-Nya, tanpa merasakan kuasa-Nya dan juga rahmat-Nya.

Hasan tidak berkecil hati, mungkin dengan ibadah dan taubatnya yang sungguh-sungguh, Ibundanya akan dapat merasakan anugrah-Nya, dengan menatap Ka’bah, kelak. Anak yang saleh itu berniat akan kembali membawa ibunya berhaji tahun depan. Ternyata nasib baik belum berpihak kepadanya. Tahun berikutnya kejadian serupa terulang lagi. Ibunya kembali dibutakan di dekat Ka’bah, sehingga tak dapat menyaksikan bangunan yang merupakan symbol persatuan umat Islam itu. Wanita itu tidak bisa melihat Ka’bah.

Hasan tidak patah arang. Ia kembali membawa ibunya ke tanah suci tahun berikutnya. Anehnya, ibunya tetap saja tak dapat melihat Ka’bah. Setiap berada di Masjidil Haram, yang tampak di matanya hanyalah gelap dan gelap. Begitulah keganjilan yang terjadi pada diri Sarah. hingga kejadian itu berulang sampai tujuh kali menunaikan ibadah haji. Hasan tak habis pikir, ia tak mengerti,apa yang menyebabkan ibunya menjadi buta di depan Ka’bah. Padahal, setiap berada jauh dari Ka’bah, penglihatannya selalu normal. Ia bertanya-tanya, apakah ibunya punya kesalahan sehingga mendapat azab dari Allah SWT ?. Apa yang telah diperbuat ibunya, sehingga mendapat musibah seperti itu ? Segala pertanyaan berkecamuk dalam dirinya. Akhirnya diputuskannya untuk mencari seorang alim ulama, yang dapat membantu permasalahannya.

Beberapa saat kemudian ia mendengar ada seorang ulama yang terkenal karena kesholehannya dan kebaikannya di Abu Dhabi (UniEmirat). Tanpa kesulitan berarti, Hasan dapat bertemu dengan ulama yang
dimaksud.

Ia pun mengutarakan masalah kepada ulama yang saleh ini. Ulama itu mendengarkan dengan seksama, kemudian meminta agar Ibu dari hasan mau menelponnya. anak yang berbakti ini pun pulang.

Setibanya di tanah kelahirannya, ia meminta ibunya untuk menghubungi ulama di Abu Dhabi tersebut. Beruntung, sang Ibu mau memenuhi permintaan anaknya. Ia pun mau menelpon ulama itu, dan menceritakan kembali peristiwa yang dialaminya di tanah suci. Ulama itu kemudian meminta Sarah introspeksi, mengingat kembali, mungkin ada perbuatan atau peristiwa yang terjadi padanya di masa lalu,
sehingga ia tidak mendapat rahmat Allah. Sarah diminta untuk bersikap terbuka, mengatakan dengan jujur, apa yang telah dilakukannya. “Anda harus berterus terang kepada saya, karena masalah Anda bukan masalah sepele,” kata ulama itu pada Sarah. Sarah terdiam sejenak. Kemudian ia meminta waktu untuk memikirkannya. Tujuh hari berlalu, akan tetapi ulama itu tidak mendapat kabar dari Sarah. Pada minggu kedua setelah percakapan pertama mereka, akhirnya Sarah menelpon. “Ustad, waktu masih muda, saya bekerja sebagai perawat di rumah sakit,” cerita Sarah akhirnya. “Oh, bagus…..Pekerjaan perawat adalah pekerjaan mulia,“potong ulama itu.” Tapi saya mencari uang sebanyak-banyaknya dengan berbagai cara, tidak peduli, apakah cara saya itu halal atau haram,” ungkapnya terus terang. Ulama itu terperangah. Ia tidak menyangka wanita itu akan berkata demikian. “Disana….” sambung Sarah, “Saya sering kali menukar bayi, karena tidak semua ibu senang dengan bayi yang telah dilahirkan.
Kalau ada yang menginginkan anak laki-laki, padahal bayi yang dilahirkannya perempuan, dengan imbalan uang, saya tukar bayi-bayi itu sesuai] dengan keinginan mereka.

“Ulama tersebut amat terkejut mendengar penjelasan Sarah. “Astagfirullah……” betapa tega wanita itu menyakiti hati para ibu yang diberi amanah Allah untuk melahirkan anak. bayangkan, betapa banyak keluarga yang telah dirusaknya, sehingga tidak jelas nasabnya. Apakah Sarah tidak tahu, bahwa dalam Islam menjaga nasab atau keturunan sangat penting. Jika seorang bayi ditukar, tentu nasabnya menjadi tidak jelas. Padahal,nasab ini sangat menentukan dalam perkawinan, terutama dalam masalah mahram atau muhrim, yaitu orang-orang yang tidak boleh dinikahi. “Cuma itu yang saya lakukan,” ucap Sarah. “Cuma itu ?” tanya ulama terperangah. “Tahukah anda bahwa perbuatan Anda itu dosa yang luar biasa, betapa banyak keluarga yang sudah Anda hancurkan !”.

Ucap ulama dengan nada tinggi.”Lalu apa lagi yang Anda kerjakan ?” tanya ulama itu lagi sedikit kesal. “Di rumah sakit, saya juga melakukan tugas memandikan orang mati.” “Oh bagus, itu juga pekerjaan mulia,” kata ulama. “Ya, tapi saya memandikan orang mati karena ada kerja sama dengan tukang sihir.” “Maksudnya ?”. tanya ulama tidak mengerti. “Setiap saya bermaksud menyengsarakan orang, baik membuatnya mati atau sakit, segala perkakas sihir itu sesuai dengan syaratnya, harus dipendam di dalam tanah. Akan tetapi saya tidak menguburnya di dalam tanah, melainkan saya masukkan benda-benda itu ke dalam mulut orang yang mati.” “Suatu kali, pernah seorang alim meninggal dunia.

Seperti biasa, saya memasukkan berbagai barang-barang tenung seperti jarum, benang dan lain-lain
ke dalam mulutnya. Entah mengapa benda-benda itu seperti terpental, tidak mau masuk, walaupun saya sudah menekannya dalam-dalam.

Benda-benda itu selalu kembali keluar. Saya coba lagi begitu seterusnya berulang-ulang. Akhirnya, emosi saya memuncak, saya masukkan benda itu dan saya jahit mulutnya. Cuma itu dosa yang saya lakukan.” Mendengar penuturan Sarah yang datar dan tanpa rasa dosa, ulama itu berteriak marah. “Cuma itu yang kamu lakukan ?”. “Masya Allah….!!! Saya tidak bisa bantu anda. Saya angkat tangan”. Ulama itu amat sangat terkejutnya mengetahui perbuatan Sarah. Tidak pernah terbayang dalam hidupnya ada seorang manusia, apalagi ia adalah wanita, yang memiliki nurani begitu tega, begitu keji. Tidak pernah terjadi dalam hidupnya, ada wanita yang melakukan perbuatan sekeji itu.

Akhirnya ulama itu berkata, “Anda harus memohon ampun kepada Allah, karena hanya Dialah yang
bisa mengampuni dosa Anda. “Bumi menolaknya. Setelah beberapa lama, sekitar tujuh hari kemudian ulama tidak mendengar kabar selanjutnya dari Sarah. Akhirnya ia mencari tahu dengan menghubunginya melalui telepon. Ia berharap Sarah telah bertobat atas segala yang telah diperbuatnya. Ia berharap Allah akan mengampuni dosa Sarah, sehingga Rahmat Allah datang kepadanya. Karena tak juga memperoleh kabar, ulama itu menghubungi keluarga Hasan di mesir. Kebetulan yang menerima telepon adalah Hasan sendiri. Ulama menanyakan kabar Sarah, ternyata kabar duka yang diterima ulama itu. “Ummi sudah meninggal dua hari setelah menelpon ustad,” ujar Hasan. Ulama itu terkejut mendengar kabar tersebut. “Bagaimana ibumu meninggal, Hasan ?”.tanya ulama itu.

Hasan pun akhirnya bercerita : Setelah menelpon sang ulama, dua hari kemudian ibunya jatuh sakit dan meninggal dunia. Yang mengejutkan adalah peristiwa penguburan Sarah. Ketika tanah sudah digali, untuk kemudian dimasukkan jenazah atas ijin Allah, tanah itu rapat kembali, tertutup dan mengeras. Para penggali mencari lokasi lain untuk digali. Peristiwa itu terulang kembali. Tanah yang sudah digali kembali menyempit dan tertutup rapat.


Peristiwa itu berlangsung begitu cepat, sehingga tidak seorangpun pengantar jenazah yang menyadari bahwa tanah itu kembali rapat. Peristiwa itu terjadi berulang-ulang. Para pengantar yang menyaksikan peristiwa itu merasa ngeri dan merasakan sesuatu yang aneh terjadi. Mereka yakin, kejadian tersebut pastilah berkaitan dengan perbuatan si mayit. Waktu terus berlalu, para penggali kubur putus asa dan kecapaian karenape kerjaan mereka tak juga usai. Siangpun berlalu, petang menjelang, bahkan sampai hampir maghrib, tidak ada satupun lubang yang berhasil digali. Mereka akhirnya pasrah, dan beranjak pulang. Jenazah itu dibiarkan saja tergeletak di hamparan tanah kering kerontang. Sebagai anak yang begitu sayang dan hormat kepada ibunya, Hasan tidak tega meninggalkan jenazah orang tuanya ditempat itu tanpa dikubur. Kalaupun dibawa pulang, rasanya tidak mungkin. Hasan termenung di tanah perkuburan
seorang diri. Dengan ijin Allah, tiba-tiba berdiri seorang laki-laki yang berpakaian hitam panjang, seperti pakaian khusus orangMesir. Lelaki itu tidak tampak wajahnya, karena terhalang tutup kepalanya yang menjorok ke depan. Laki-laki itu mendekati Hasan kemudian berkata padanya, ” Biar aku tangani jenazah ibumu, pulanglah!”. kata orang itu.

Hasan lega mendengar bantuan orang tersebut, Ia berharap laki-laki itu akan menunggu jenazah ibunya. Syukur-syukur mau menggali lubang untuk kemudian mengebumikan ibunya. “Aku minta supaya kau jangan menengok kebelekang, sampai tiba di rumahmu, “pesan lelaki itu.

Hasan mengangguk, kemudian ia meninggalkan pemakaman. Belum sempat ia di luar lokasi pemakaman, terbersit keinginannya untuk mengetahui apa yang terjadi dengan jenazah ibunya. Sedetik kemudian ia menengok ke belakang. Betapa pucat wajah Hasan, melihat jenazah ibunya sudah dililit api, kemudian api itu menyelimuti seluruh tubuh ibunya. Belum habis rasa herannya, sedetik kemudian dari arah yang berlawanan, api menerpa wajah Hasan. Hasan ketakutan. Dengan langkah seribu, ia pun bergegas meninggalkan tempat itu.

Demikian yang diceritakan Hasan kepada ulama itu. Hasan juga mengaku, bahwa separuh wajahnya yang tertampar api itu kini berbekas kehitaman karena terbakar. Ulama itu mendengarkan dengan seksama semua cerita yang diungkapkan Hasan. Ia menyarankan, agar Hasan segera beribadah dengan
khusyuk dan meminta ampun atas segala perbuatan atau dosa-dosa yang pernah dilakukan oleh ibunya. Akan tetapi, ulama itu tidak menceritakan kepada Hasan, apa yang telah diceritakan oleh ibunya kepada ulama itu.

Ulama itu meyakinkan Hasan, bahwa apabila anak yang soleh itu memohon ampun dengan sungguh-sungguh, maka bekas luka di pipinya dengan ijin Allah akan hilang. Benar saja, tak berapa lama kemudian Hasan kembali mengabari ulama itu, bahwa lukanya yang dulu amat terasa sakit dan panas luar biasa, semakin hari bekas kehitaman hilang. Tanpa tahu apa yang telah dilakukan ibunya selama hidup, Hasan tetap mendoakan ibunya. Ia berharap, apapun perbuatan dosa yang telah dilakukan oleh ibunya, akan diampuni oleh Allah SWT. Semoga kisah nyata dari Mesir ini bisa menjadi pelajaran bagi kita
semua. Uang Rp 50.000 atau S$50 kelihatan begitu besar bila dibawa ke kotak derma masjid, tetapi begitu kecil bila kita bawa ke supermarket. 45 menit terasa terlalu lama untuk berzikir tapi betapa pendeknya waktu itu untuk pertandingan bola sepak. Semua insan ingin memasuki syurga tetapi tidak ramai yang berfikir dan berbicara tentang bagaimana untuk memasukinya.

Kita mengirimkan ribuan ‘jokes’ dan ’suratberantai’ melalui e-mail tetapi bila ! mengirimkan yang berkaitan dengan ibadah seringkali berfikir 2 atau 3kali.
OLEH ITU JANGAN BIARKAN DIRI KITA INI MENJADI
SEBAHAGIAN DARI
KELUCUAN
TERSEBUT,
INSYA’ALLAH.
Wassalamualaikum


From : dessy.acidblog.net

Posted in Label: | 0 komentar